Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Membangun Sikap Kritis Bukan Ngeksis

Membangun Sikap Kritis Bukan Ngeksis
Sikap Kritis Bukan Ngeksis
Selamat Pagi Sobat ziyad.web.id. Menarik sekali apa yang saya hadapi barusan. Ketika asyik-asyik membaca koran KR yang berjejer di dapan lobi asrama kampus. Saat itu saya membaca tentang berita jokowi yang disandingkan dengan Mark (Owner Facebook), sengaja saya keraskan dalam membaca dengan nada “hei ada berita tentang Jokowek”, maka tiba-tiba salah seorang satpam yang ada di depan saya nyeletuk. “kamu pendukung Prabowo ya?”

Dalam hati saya berujar, pak satpam ini pinter sekali menebak. Akan tetapi otak saya tidak langsung mengiyakan pernyataan pak satpam barusan. Otak saya mikir apakah memang saya pendukung prabowo?. Akhirnya setelah saya dalami pikiran dan hati saya bersitatap mencoba menyatukan impuls-impuls isyarat itu, ternyata jawabannya saya tidak juga mendukung prabowo dan juga tidak mendukung dua-duanya. Lalu pak satpam tadi mendesak saya, “Kamu tidak jokowi, pasti kamu prabowo kan”. Saya bilang tidak juga, karna saya tidak milih pada pemilu kemarin. Lalu pak satpam tadi mendesak lagi, tapi dalam hati kamu prabowo kan. Dalam hati saya berujar, pak satpam ini maksa banget. Seakan mau menerkam saya dari segala sisi.

Mungkin pak satpam punya mata sinigami kwalitas terbaru setelah di upgrade ke versi mata  sinigami tingkat dewa. (Mana Sinigami; red: Serial Death Note) Tapi mata itupun tidak mempan kepada saya. Haha. Lalu saya berujar lirih sambil pura-pura membaca biar nggak ketahuan kalau saya medengarkan pak satpam yang sudah berbusa mulutnya karna berkoar-koar dari tadi. “kalau Bapak pasti jokowi kan”. Lantas pak satpam mengiyakan dengan ucapan yang seakan keluar dari dalam hati. “Iya, terus terang saya mendukung jokowi, tapi saya juga tidak milih”. Dalam hati saya berfikir, pak satpam ini pernyataannya kontradiktif dan nggak konsisten. Pak satpam meneruskan pembicaraan, kadang ada yang mendukung mati-matian tapi setelah yang didukung itu melakukan kesalahan maka dia tidak mengakui kesalahan yang didukungnya tersebut, itu namanya politik buta. Kalau saya mendukung jokowi, tapi saya mau mengkritisi jokowi.

“Saya merasa jokowi itu masih muslim. Tapi kenapa banyak orang yang berkata jika jokowi itu kafir, jokowi itu antek-antek komunis dll. Saya prihatin, maka dari itu saya justru mendukung jokowi. Saya kasihan sama dia, dia itu masih sholat, dia itu masih beragama kok pada di bilang komunis, kafir dll. Coba mas bayangkan calon yang satunya, apakah sholatnya sudah bener?. “, kata pak satpam dengan semangat membuncah.

Dari cerita tersebut saya jadi berfikir untuk mengambil perlajaran Hikmah Today versi saya. Pertama, terkadang orang akan menafsirkan perilaku kita sesuai dengan apa yang difikirkannya saat itu. Tidak peduli apa yang kita lakukan itu berasal dari hati dan fikiran kita atau hanya kebetulan saja. Akan tetapi penafsiran dan paradigma yang orang lain bangun terhadap kita hanya berjangkau pada pengetahuan mereka saat itu. Artinya orang lain seolah berada dalam kotak pengetahuan yang mereka kotak-kotak sendiri dalam imajinasi pengetahuan dan pengalaman mereka. Mereka tidak mendapatkan impuls lain kecuali dari paradigma pikiran mereka saja, sehingga gambaran apa yang dilihatnya itu merefleksikan paradigma mereka.

Kedua, setidaknya kita harus berhati-hati dalam melakukan sesuatu, seperti kasus saya tadi. Bukan maksud saya mejelekkan jokowi atau prabowo. Saya hanya membaca dan sedikit keras dalam membacanya walaupun tulisan jokowi saya baca jokowek akan tetapi hal itu bukan berarti saya merendahkan jokowi. Itu hanya kebiasaan membaca saya. Artinya,  kita seharusnya mempunyai filter bahwa tidak semua orang mampu menerima apa yang kita lakukan apalagi di tengah khalayak.

Ketiga, kekritisan yang dibangun atas dasar pembelaan, kependukungan kefanatikan secara membabi buta akan ketahuan dari cara ia menyampaikan dan rona serta ekspresi wajah. Walaupun mulut berkata lain, tapi kepastian hati meresonansi ekspresi  wajah dan mata. Seperti pak satpam tadi, walaupun dia tidak memilih, walaupun dia tidak mengakui, tapi jika ada yang mengolok-olok jokowi dia marah besar. Sekali lagi, kekritisan harus dibangun atas dasar kebaikan, sikap kristis yang rasional-intelektual bukan hanya kritis atas dasar kepentingan semata, apalagi kritis dalam rangka ngeksis. Ini akan mengakibatkan salah dalam penerapan sikap kritis itu sendiri.

Berbeda dengan orang yang kritis hanya karena ingin ngeksis. Artinya ia tidak tahu makna sikap kritis itu sendiri. Sikap kritis tidak hanya dibangun dengan kekritisan semata tapi lebih dari itu mencakup kekritisan dalam memberikan solusi atau alternatif baru. Inilah yang sering tidak difahami oleh kita bersama.

Post a Comment for "Membangun Sikap Kritis Bukan Ngeksis"